X: Di saat-saat seperti ini, aku teringat akan cerita seorang tokoh dalam novel Haruki Murakami yang berjudul “The Elephant Vanishes”. Disitu diceritakan bagaimana seorang wanita kehilangan kemampuannya untuk tidur. Hal itu terjadi begitu saja setelah ia menjalani rutinitas sehari-hari dan di suatu malam ia tidak merasakan kantuk sama sekali, sehingga memutuskan untuk membaca buku kesukaannya. Potongan kisah yang aku baca di kereta tersebut masih tergambar jelas di otak, bagaimanapun Murakami selalu berhasil menimbulkan sensasi ‘after-taste’ tersendiri bagi para pembacanya. Entah itu merasa gloomy tiba-tiba karena turut merasakan pemikiran dan tubuh si tokoh dalam cerita, atau merasa terjebak di suatu dimensi cerita tersebut, membiarkan diri ‘disusupi’ oleh si tokoh. Sungguh aneh, aku tidak bisa menggambarkannya dalam kata-kata. Kamu harus merasakannya sendiri.
X: Orang mungkin bilang aku emo, dramatik, berlebihan atau semacamnya. Tapi kadang aku suka berada dalam kesendirian di malam hari seperti ini. Hanya ditemani oleh lagu-lagu favorit dan membiarkan diri dimakan oleh pemikiran-pemikiran sendiri. Aku sadar bahwa ini tidak akan menimbulkan manfaat bagi diri, yang ada biasanya malah masalah - dimana aku tidak mampu membuat keputusan cepat, terlalu berbelit-belit dan akhirnya pening sendiri. Aku jadi terpuruk.
Y: Sabarlah.
X:Tapi lucunya, ini adalah salah satu momen favoritku. Bercumbu dengan pemikiranku sendiri. Sibuk berpetualang dengan angan-angan yang belum tentu menjadi nyata, sibuk mendayung lautan kemungkinan yang tak berujung. Membiarkan diri bebas. Lepas tak berikat dan penasaran.
Y: Apakah kamu bahagia?
X: Kadang aku lelah menghadapi kondisi seperti ini. Aku bosan terlalu lama berputar di suatu titik, aku ingin punya tujuan.
Y:(mengelus punggung X)
X: Siapapun itu, tolong. Tarik aku dari ruangan bergradasi ini. Bubuhkanlah warnamu yang solid pada batas ruang nyata dan imajinasiku. Hapuskan segala lapisan yang mengendap dan mengerak kotor kekuningan di celah otakku. Bangunkan pagar besi yang tinggi dan kokoh sehingga prajurit utopia tidak dapat menembus teritori kenyataanku. Tasbihkan jimat agar hantu-hantu kecilku hangus terbakar, gagal berseteru dengan peri-peri pertahananku.
X: Tolong buat aku berhenti menari. Raihlah jemariku dan rengkuh aku ke dalam tubuhmu. Erat, sampai nafasku dan nafasmu bersinggungan. Biarkanlah kulit-kulitku melepuh, badan telanjangku meleleh dan membasahi pakaian perangmu. Meresap lewat pori-pori gempalan tanganmu yang keras dan larut dalam darahmu yang mengalir deras. Ikuti arus menuju jantungmu yang menggebu-gebu… hingga ku paham bagaimana seharusnya kudetakkan bagianku. Jadikanlah aku seirama dengan nada-nada asing diluar sana hingga lonceng keramat itu berdentang dan kau lompat naik ke kudamu, bertolak membawaku menemui sang Waktu.
(Music: múm - I Can't Feel My Hand Any More, It's Alright, Sleep Still)